Hal diatas terjadi di saat terus memanasnya perseteruan antara Gereja Ortodoks di Timur dan Gereja Katolik di Barat dalam memperebutkan pengaruh ajaran. Masing-masing berusaha agar Doktrin ajarannya di jalankan dan di anggap lebih baik daripada yang lain. Karena kondisi ini, maka ketika Paus Urbanus II (tahun 471-491 H/ 1078-1097 M) menyampaikan ide tentang perlunya perang suci; hal itu merupakan ide yang dipandang tepat dan dianggap kesempatan sangat berharga; karena ia dapat menjadi jalan keluar dalam mengakhiri berbagai perseteruan antara dua kelompok Gereja itu, sekaligus dapat menggabungkan Gereja Ortodoks di Timur di bawah komando Gereja Katolik di Barat yang berda di bawah kepemimpinannya. misi ini bisa berjalan baik dengan propaganda perang suci melawan orang-orang Islam dan melindungi orang-orang Bizantium. Propaganda lain yang sangat penting yaitu, merebut kembali tanah suci mereka (Yerusalem) yang ada di Palestina. disamping adanya tujuan-tujuan lain yang sangat banyak.
Paus Urbanus juga ingin mewujudkan ambisinya di balik Propaganda perang suci ini untuk membebaskan dirinya dari ancaman para penguasa politik di Barat yang telah melepaskan diri dari pengaruhnya. juga keinginan Paus untuk mengakhiri peperangan dan permusuhan internal yang telah lama berlangsung diantara mereka sendiri, dengan cara mengerahkan kekuatan dan perhatian mereka semua kepada misi perang itu. dia juga menjelaskan, bahwa hanya dengan menunaikan tugas suci tersebut akan membuka pintu terwujudnya kehidupan yang lebih baik secara ekonomi bagi mereka, tanpa adanya permusuhan diantara mereka sendiri.
MOTIF POLITIK
para Raja dan para pemimpin Negara-negara
yang ikut terlibat dalam perang salib memiliki tujuan lain yang bersifat
politik yang tidak bisa mereka sembunyikan; baik sebelum mereka sampai kenegeri
Syam dan Palestina, atau setelah mereka berhasil menduduki keduanya.
Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa system Feodal sangat berkaitan
dengan masalah penguasaan tanah. Apabila penaklukan dilakukan dengan sengit dan
wilayah yang di kuasai luas, maka sang pemimpin akan semakin memiliki kedudukan
tinggi dan terhormat di masyarakat.
Berkaitan dengan system Feodal ini ada
masalah besar yang sering dihadapi oleh para raja dan pemimpin, yaitu tidak
adanya penaklukan dan penambahan tanah baru. Hal itu kemudian menjadikan diri
mereka kehilangan semangat, karena banyak tentara dan pejabat tidak memiliki
tanah. Di antara kaidah yang berlaku dalam system Feodal ini adalah, hanya anak
laki-laki paling besar yang berhak mendapatkan warisan dari tanah penaklukan.
Apabila ia meninggal dunia, maka bagianya akan diwarisi oleh anak laki-lakinya
yang paling besar, tanpa yang lainya. Dan akibat dari peraturan seperti ini,
maka akan tersisa anak-anak lainnya yang sama sekali tidak mendapatkan bagian
tanah. Dan ketentuan seperti ini sebenarnya aturan yang sangat dibenci dalam
masyarakat Feodal.
Aturan seperti itu membuat para tentara
dan pejabat yang tidak mendapatkan bagian tanah memikirkan cara cerdik untuk
mendapatkan bagian, entah menikahi wanita dari keluarga yang mendapatkan bagian
harta; atau dengan jalan mengobarkan perlawanan dan peperangan untuk
mendapatkan harta. Maka bangkitnya gerakan salibiyah adalah ditujukan dengan
membuka pintu solusi baru dihadapan para pejabat dan tentara, untuk mendapatkan
apa yang mereka inginkan. Maka mereka bersegera memberi kontribusi dalam
gerakan salibiyah itu, agar mereka bisa mendirikan kerajaan-kerajaan baru
diwilayah timur untuk diri mereka sendiri, sebagai pengganti apa yang mereka
tidak dapatkan di barat (negerinya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar